Kamis, 28 November 2013

Janti oh Jannatiy.....



Assalamu’alaikum.... Apakah kawan-kawan tahu sesuatu yang terus berjalan, tak kan pernah berhenti, dan tak kan pernah kembali (mundur ke belakang)? :) Babi hutan? Ya, dia memang Cuma bisa jalan maju, gak bisa mundur, tapi kalau capek berhenti juga lho. Apa coba? Yups, mudah sekali, jawabannya adalah waktu. Dia akan senantiasa berjalan ke depan sekalipun engkau memperhatikan atau mengabaikannya, tak kan pernah berhenti sekalipun engkau mencoba berteriak sekuat tenaga untuk menahannyanya, dan tak kan pernah kembali sekalipun engkau mengiba-iba dan mencurahkan air mata hingga terkuras habis. Karena itu sebagai nasihat bersama, berhati-hatilah dalam memanfaatkannya, terutama di kala masih muda. Jangan sampai penyesalan tiba di hari tua. :)

Kali ini aku ingin sedikit memutar memori ke belakang, sebuah momen yang tak terlupakan. Hari dimana detik-detik terakhir di kota batik tercinta, bersama sebagian kawan-kawanku yang tercinta. Siapa mereka? Siapa lagi kalau bukan si trouble maker Sulaiman, si mumtaz Parwoko, dan Pak Zain (enaknya kasih laqob apa ya? The next generation of Ust. Ngeek).

Ponggok


Berenang ibarat sesuatu yang sudah disepakati untuk disukai (tentunya bagi para pejantan tangguh.. He2..). Karena banyak sekali manfaat yang bisa dipetik darinya. Bahkan dahulu aku pernah punya teman yang rajin sekali renang, dia kuat sekali, bisa sejam lebih muter-muter tanpa istirahat. Tapi setelah menikah ko mulai jarang renang. Lantas aku tanya, “Mas, ko sekarang dah mulai jarang renang ta?” Dengan senyumnya yang aneh, dia menjawab, “Iya nih, sekarang olahraganya dah lain kok...” Ih, apa hubungannya coba,,, ternyata usut punya usut, dia menemukan faidah lain dari renang, buat nyalurin tenaga mudanya biar gak salah jalan. Ooo, begitu ternyata, batinku sambil termanggut-manggut.

Kembali ke masalah renang, ternyata ada tuntunannya lho, sebagaimana anjuran Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu ketika mengirim sebuah risalah atau surat kepada penduduk Syam:

علموا أولادكم السباحة والرمي والفروسية

“Ajarilah anak-anakmu berenang, memanah, dan berkuda.”

Dan juga anjuran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa segala sesuatu yang didalamnya melalaikan dari dzikrullah adalah sia-sia, kecuali 4 hal. Apa itu? Bercanda dengan seorang istri (so sweet...), melatih kuda, berlatih memanah, dan belajar renang.

1. Luasnya Ponggok, ada kolam buat anak-anak juga.
2. Sumber mata air yang lumayan besar.
3. Ikan-ikannya lumayan besar lho.
Nah, tujuan kita kali ini adalah Ponggok. Ponggok adalah nama sebuah desa di Klaten yang terkenal akan kolam renangnya yang masih alami. Kolamnya amatlah luas, airnya masih sangat alami, selalu mengalir, dingin dan jernih tanpa kaporit, langsung dari sumber mata air, dan yang pasti ini kita juga berenang bersama ikan-ikan yang cukup besar lho. Awalnya merinding juga karena belum terbiasa. Ngeri-ngeri gimana gitu,  tapi lama kelamaan terbiasa juga. Tapi disini kedalamnnya minimal 1,5 meter lho. Jadi bagi yang belum mahir disarankan agar tidak berenang sendirian. Ada juga warung yang menjual makanan dan jajanan. Kalau belum sarapan, boleh nih mampir di sini. 

Sekitar jam 9 kami tiba di lokasi. Agak terlambat sih, karena tadi Pak Zen sempat lupa jalannya. Hmm, masih sepi, udara juga masih sangat segar. Tapi jangan ditanya hawanya.... Brrrrr... bikin bulu kuduk merinding. Kami istirahat sejenak sambil ngeteh dan ngemil gorengan yang aku pesan dari sebuah warung. Adapun pak Zen, mulai sibuk dengan kamera DSLRnya, jepret sana jepret sini. Maklum, fotografer. 
Kami pun mulai ganti kostum. O ya kawan, sebagai saran saja nih, kalo renang pakai baju atau sporot-lah, kan aurat laki-laki baina surroh wa rukbah (antara pusar sampai lutut). Apa gak geli tuh kalau pusarnya nongol keliatan. Yang ngeliat aja agak-agak gimana gitu. He2.

1. Pak zen lagi leyeh-leyeh.
2. Aku, Sule, dan Par sedang menikmati gorengan.
3. Airnya jernih kan...
Sulaiman, Parwoko, dan Pak Zain main cebur aja nih. Yah, mereka memang temennya ikan sih, jadi dah pada mahir. Adapun aku, masih terpatri kuatdalam benak petuah pak guru olahraga di SD dulu. “Kalau renang jangan langsung nyebur. Tapi pemanasan dulu. Perciki dulu badanmu dari kepala sampai ujung kaki, setelah itu berendam dulu sebentar, biar gak kaget tubuhnya. Adaptasi itu perlu, sehingga meminimalisir tejadinya kram.” Gitu kata beliau. Jadinya main air dulu deh...

Tau gak kawan ternyata dalam berenang itu terdapat sebuah filosofi tentang kehidupan. Ada pesan moralnya lho. Apa itu? Jadi sebelum kita terjun atau menceburkan diri ke sebuah medan pertempuran kehidupan, kita gak boleh langsung asal nyebur aja, harus ada persiapan, pemanasan, dan latihan, agar kita tidak kaget dan mampu mengatasi segala kemungkinan terburuk yang terjadi di lapangan. Jika tidak? Bisa jadi kita justru langsung hilang tenggelam sebelum misi terselesaikan.

Setelah asyik berputar-putar ria (padahal cuma kuat satu putaran, maklum luasnya bukan main, dan tenaga dah mulai tua nih...) kami menghabiskan sisa waktu dengan bercanda ria. Pemenang kali ini adalah Pak Zen, tenaganya benar-benar tenaga kuda, gak ada habisnya, renangnya juga secepat kilat, jelaslah dia pake gaya bebas, bebas tendang sana-tendang sini, he2. Gaya andalanku hanyalah gaya katak. Jadi ya renangnya perlahan tapi tak pasti, karena kebanyakan berhenti kali. (-_-)

2 jam telah berlalu, setelah mulai kepanasan dan juga dihampiri kelelahan, maka kami pun beranjak dan berlalu, melanjutkan dari acara inti ke acara untu (makan-makan). Tujuan selanjutnya adalah.... Janti!

Janti, Jannatiy....


Perut semakin keroncongan, pertanda bahwa dia mulai menuntut haknya. Okelah, tenang saja, karena kali ini kita akan kuliner ke pemancingan. Janti adalah sebuah desa yang terletak di desa Klaten. Banyak sekali umbul (mata air) di sini. Tau gak kawan gimana sejarahnya? Simak nih...

Berdasarkan cerita yang diriwayatkan oleh pak Zen, penamaan Janti ini diambil dari kata Jannati (surga), terus apa hubungannya? Ya, karena jannah itu tajri min tahtihal anhaar, surga itu di bawahnya mengalir sungai-sungai yang jernih dan indah. Jadi karena di daerah tersebut sangat mudah ditemui mata air, kaya akan mata air yang jernih dan menyejukkan, sehingga bagaikan surga dunia, yang tak pernah kekeringan, senantiasa hijau, menyejukkan jiwa dan pandangan. Ya, tapi kebenaran cerita ini gak bisa dijadikan pijakan, sebagai wawasan saja. Apalagi yang meriwayatkan Pak Zen, jadinya khobar dhoi’if. (He2, maaf pak gak bermaksud ngeledek).

1001 Pemancingan


Di Janti ini, kita sangatlah mudah mencari tempat-tempat pemancingan. Ada yang namaya pemancingan 100, karena disana disediakan tempat makan hingga 100 nomor. Antriannya, wow, jangan ditanya. Tapi jika tak sabar, sedikit masuk dan berbagi rejeki dengan penduduk asli tidak ada salahnya. Karena dengan menjamurnya pemancingan-pemancingan modern, pemancingan milik penduduk mulai tergusur eksistensinya. Redup dan semakin meredup hingga akhirnya tutup. Karena pemancingan modern banyak menyediakan fasilitas-fasilitas yang jauh menggiurkan. Ada kolam renangnya, bersih, harga standart, parkir luas, rasanya juga level restoran, dan tentunya pelayanan yang profesional. 

Pertarungan antara 2 master....
Setelah pilih-pilih tempat, kami akhirnya menentukan sebuah tempat. Cukup teduh, walaupun kurang tertata dengan baik, kesannya dikelola seadanya. Tak ada konsumen kecuali kami. Kami pun memesan ikan nila dan lele bakar. Bagi teman-teman yang ingin mencoba kuliner di daerah sini, tak perlu khawatir, harganya standart ko, perkilonya biasa dipatok 35ribuan, biasanya isinya 4 atau 3 ikan. Sembari menunggu pesanan, kami bermain-main dengan pancingan. Di rombongan kali ini ada seorang master dunia ikan. Siapakah dia? Siapa lagi kalau bukan mas Parwoko, musuh bebuyutan para ikan, ya, karena kerjaannya sehari-hari mengarungi sungai-sungai, mengejutkan ikan dengan sebuah besi yang dialiri dengan listrik dari aki mobil yang digendongnya. Bahasa kerennya tukang setrum. Konon dia pernah dapat ikan besarnya 10 kilo lho, lebih besar kaki. Hii, ngeri... Tapi ternyata sayang seribu sayang, kali ini dia bukanlah juaranya, lagi-lagi pak Zen, aktor kita kali ini. Dia berhasil mengail banyak sekali ikan. Entah itu yang pintar pak Zen-nya, atau yang bodoh ikannya ya? He2. Entahlah.

Taraaa...... setelah menunggu agak lama hingga terkantuk-kantuk, akhirnya ikan bakarpun dihidangkan. Kami pun mulai menyantap hidangan, diawali dengan bislmillah, dan diakhiri dengan alhamdulillah. Rasanya enak lho. Tapi yang menjadikan suangat enak adalah... karena kita sangat lapaaar. He2. Sebenarnya tak hanya itu, yang menjadikan enak pada hakikatnya adalah bumbu kebersamaan, sebuah rasa yang terjalin diantara bujang-bujang lapuk (kecuali pak zen), hasil dari sebuah persaudaraan yang murni, tanpa embel-embel. Dana yang dikeluarkan tidaklah seberapa, tapi nilai histori dari sebuah momen itulah yang menjadikannya luar biasa dan patut untuk dikenang.

 
Selamat makaan..... :)
Setelah kenyang, kami pun kembali bercanda ria. Aku yang tadinya tak berminat dengan dunia pemancingan, akhirnya tergoda juga untuk mencoba. Menggunakan umpan dari sisa-sia ikan bakar, ternyata sangatlah mujarab, tak berapa lama kail dilempar, langsung disambar oleh ikan-ikan. Pengunjung lain yang juga memancing terbengong-bengong melihat kami panen ikan, karena mereka dari tadi tak kunjung dimakan umpannya. Maklum saja, mereka menggunakan palet atau pakan ikan yang disediakan, jadinya memang kurang diminati oleh ikan. Tak berapa lama kami siap-siap untuk pulang. Alhamdulillah, hari yang sangat menyenangkan. 

Terima kasih buat Sule, Par, dan pak Zen, yang telah meluangkan waktunya demi memenuhi egoku. Semoga kita termasuk ke dalam golongan para pemuda yang saling mencintai karena Allah, bertemu karenaNya, dan berpisah karenaNya, sehingga kelak dinaungi oleh Allah dengan naunganNya, pada hari yang dimana tidak ada lagi naungan kecuali naunganNya. Semoga...

* Tulisan ini saya dedikasikan untuk semua kawan-kawan yang telah mewarnai kehidupanku ini, kalian-kalian yang telah mengajariku akan makna kehidupan. Semoga Allah seantiasa menaungi kalian dengan keberkahannya, dan mengumpulkan kita kembali baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin....

Bumi si Pitung, 27.11.13
Abdurrahman al Faatih – Supriyadi

Thanks to:
1 Allah ‘azza wa jalla
2 My best friend: Sulaiman, Parwoko, Pak Zen

8 komentar:

  1. terkadang gak mikir mpe sejauh itu..
    mmm boleh juga nih tulisannya..
    good job ^^ sukses mas bro..

    *ninggalin pertanyaan deh ane,, mmm kalau buat cewek mungkin agak susah juga kayak beginian yaak? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. di solo sepertinya ada kolam renang islami... jadi ada hari2 tertentu yang khusus buat wanita.. untuk lebih jelas hub ja anak2 solo....

      Hapus
    2. iya... sering denger juga..

      oke2 makasih infonya..

      Hapus
  2. Wah wah wahhhh, aku ga diajak apa udah lama ya pikniknya. hehehe kapan2 mw dong kong kesana, nyari yg seger2 buat ngademin pikiran. hehehehe syukron kong, ditunggu kisah selanjutnya. hehehe :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya reh, besok kl pas liburan ke sana ja, masuknya cuma 3ribu, murah kan...

      Hapus
  3. Wah ... Ceritanya asik n seru cuman ada beberapa masukan. tepatnya dipaksa masuk. hehehehehehe.. Semangat aja broo... Uktub maa sataktub

    BalasHapus
  4. ceritanya ngak seseru keyataanya.. emang btul ngak bisa d tulis degan kata2... hehe
    tpi cukup megenang banget.. salam gajul.! haha

    BalasHapus

 

Perhatian!!!

Boleh Co-Pas asal jangan sampai merubah makna dari isi artikel. Dan juga tolong dicantumkan sumbernya ya... Syukron, baarokallahu fiekum...

Blogroll