Assalamu’alaikum....
Apakah kawan-kawan tahu sesuatu yang terus berjalan, tak kan pernah berhenti,
dan tak kan pernah kembali (mundur ke belakang)? :) Babi hutan? Ya, dia memang
Cuma bisa jalan maju, gak bisa mundur, tapi kalau capek berhenti juga lho. Apa
coba? Yups, mudah sekali, jawabannya adalah waktu. Dia akan senantiasa berjalan
ke depan sekalipun engkau memperhatikan atau mengabaikannya, tak kan pernah
berhenti sekalipun engkau mencoba berteriak sekuat tenaga untuk menahannyanya, dan
tak kan pernah kembali sekalipun engkau mengiba-iba dan mencurahkan air mata
hingga terkuras habis. Karena itu sebagai nasihat bersama, berhati-hatilah
dalam memanfaatkannya, terutama di kala masih muda. Jangan sampai penyesalan
tiba di hari tua. :)
Kali ini aku ingin sedikit memutar memori ke belakang, sebuah momen yang tak terlupakan. Hari dimana detik-detik terakhir di kota batik tercinta, bersama sebagian kawan-kawanku yang tercinta. Siapa mereka? Siapa lagi kalau bukan si trouble maker Sulaiman, si mumtaz Parwoko, dan Pak Zain (enaknya kasih laqob apa ya? The next generation of Ust. Ngeek).
Ponggok
Berenang ibarat
sesuatu yang sudah disepakati untuk disukai (tentunya bagi para pejantan
tangguh.. He2..). Karena banyak sekali manfaat yang bisa dipetik darinya.
Bahkan dahulu aku pernah punya teman yang rajin sekali renang, dia kuat sekali,
bisa sejam lebih muter-muter tanpa istirahat. Tapi setelah menikah ko mulai
jarang renang. Lantas aku tanya, “Mas, ko sekarang dah mulai jarang renang ta?”
Dengan senyumnya yang aneh, dia menjawab, “Iya nih, sekarang olahraganya dah
lain kok...” Ih, apa hubungannya coba,,, ternyata usut punya usut, dia
menemukan faidah lain dari renang, buat nyalurin tenaga mudanya biar gak salah
jalan. Ooo, begitu ternyata, batinku sambil termanggut-manggut.
Kembali ke
masalah renang, ternyata ada tuntunannya lho, sebagaimana anjuran Khalifah Umar
radhiyallahu ‘anhu ketika mengirim sebuah risalah atau surat kepada penduduk
Syam:
علموا أولادكم السباحة والرمي والفروسية
“Ajarilah anak-anakmu
berenang, memanah, dan berkuda.”
Dan juga anjuran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa segala sesuatu yang didalamnya melalaikan dari dzikrullah adalah
sia-sia, kecuali 4 hal. Apa itu? Bercanda dengan seorang istri (so sweet...),
melatih kuda, berlatih memanah, dan belajar renang.
1. Luasnya Ponggok, ada kolam buat anak-anak juga. 2. Sumber mata air yang lumayan besar. 3. Ikan-ikannya lumayan besar lho. |
Nah, tujuan kita
kali ini adalah Ponggok. Ponggok adalah nama sebuah desa di Klaten yang terkenal akan
kolam renangnya yang masih alami. Kolamnya amatlah luas, airnya masih sangat
alami, selalu mengalir, dingin dan jernih tanpa kaporit, langsung dari sumber
mata air, dan yang pasti ini kita juga berenang bersama ikan-ikan yang cukup
besar lho. Awalnya merinding juga karena belum terbiasa. Ngeri-ngeri gimana
gitu, tapi lama kelamaan terbiasa juga. Tapi
disini kedalamnnya minimal 1,5 meter lho. Jadi bagi yang belum mahir disarankan
agar tidak berenang sendirian. Ada juga warung yang menjual makanan dan
jajanan. Kalau belum sarapan, boleh nih mampir di sini.
Sekitar jam 9
kami tiba di lokasi. Agak terlambat sih, karena tadi Pak Zen sempat lupa jalannya.
Hmm, masih sepi, udara juga masih sangat segar. Tapi jangan ditanya hawanya.... Brrrrr... bikin bulu kuduk merinding. Kami istirahat sejenak
sambil ngeteh dan ngemil gorengan yang aku pesan dari sebuah warung. Adapun pak
Zen, mulai sibuk dengan kamera DSLRnya, jepret sana jepret sini. Maklum,
fotografer.
Kami pun mulai
ganti kostum. O ya kawan, sebagai saran saja nih, kalo renang pakai baju atau
sporot-lah, kan aurat laki-laki baina surroh wa rukbah (antara pusar sampai
lutut). Apa gak geli tuh kalau pusarnya nongol keliatan. Yang ngeliat aja
agak-agak gimana gitu. He2.
1. Pak zen lagi leyeh-leyeh. 2. Aku, Sule, dan Par sedang menikmati gorengan. 3. Airnya jernih kan... |
Sulaiman,
Parwoko, dan Pak Zain main cebur aja nih. Yah, mereka memang temennya ikan sih,
jadi dah pada mahir. Adapun aku, masih terpatri kuatdalam benak petuah pak guru
olahraga di SD dulu. “Kalau renang jangan langsung nyebur. Tapi pemanasan dulu.
Perciki dulu badanmu dari kepala sampai ujung kaki, setelah itu berendam dulu
sebentar, biar gak kaget tubuhnya. Adaptasi itu perlu, sehingga meminimalisir
tejadinya kram.” Gitu kata beliau. Jadinya main air dulu deh...
Tau gak kawan
ternyata dalam berenang itu terdapat sebuah filosofi tentang kehidupan. Ada
pesan moralnya lho. Apa itu? Jadi sebelum kita terjun atau menceburkan diri ke
sebuah medan pertempuran kehidupan, kita gak boleh langsung asal nyebur aja,
harus ada persiapan, pemanasan, dan latihan, agar kita tidak kaget dan mampu
mengatasi segala kemungkinan terburuk yang terjadi di lapangan. Jika tidak?
Bisa jadi kita justru langsung hilang tenggelam sebelum misi terselesaikan.
Setelah asyik
berputar-putar ria (padahal cuma kuat satu putaran, maklum luasnya bukan main,
dan tenaga dah mulai tua nih...) kami menghabiskan sisa waktu dengan bercanda
ria. Pemenang kali ini adalah Pak Zen, tenaganya benar-benar tenaga kuda, gak
ada habisnya, renangnya juga secepat kilat, jelaslah dia pake gaya bebas, bebas
tendang sana-tendang sini, he2. Gaya andalanku hanyalah gaya katak. Jadi ya
renangnya perlahan tapi tak pasti, karena kebanyakan berhenti kali. (-_-)
2 jam telah
berlalu, setelah mulai kepanasan dan juga dihampiri kelelahan, maka kami pun
beranjak dan berlalu, melanjutkan dari acara inti ke acara untu (makan-makan).
Tujuan selanjutnya adalah.... Janti!
Janti, Jannatiy....
Perut semakin
keroncongan, pertanda bahwa dia mulai menuntut haknya. Okelah, tenang saja,
karena kali ini kita akan kuliner ke pemancingan. Janti adalah sebuah desa yang
terletak di desa Klaten. Banyak sekali umbul (mata air) di sini. Tau gak kawan
gimana sejarahnya? Simak nih...
Berdasarkan
cerita yang diriwayatkan oleh pak Zen, penamaan Janti ini diambil dari kata
Jannati (surga), terus apa hubungannya? Ya, karena jannah itu tajri min
tahtihal anhaar, surga itu di bawahnya mengalir sungai-sungai yang jernih dan
indah. Jadi karena di daerah tersebut sangat mudah ditemui mata air, kaya akan
mata air yang jernih dan menyejukkan, sehingga bagaikan surga dunia, yang tak
pernah kekeringan, senantiasa hijau, menyejukkan jiwa dan pandangan. Ya, tapi
kebenaran cerita ini gak bisa dijadikan pijakan, sebagai wawasan saja. Apalagi
yang meriwayatkan Pak Zen, jadinya khobar dhoi’if. (He2, maaf pak gak bermaksud
ngeledek).
1001 Pemancingan
Di Janti ini,
kita sangatlah mudah mencari tempat-tempat pemancingan. Ada yang namaya
pemancingan 100, karena disana disediakan tempat makan hingga 100 nomor. Antriannya,
wow, jangan ditanya. Tapi jika tak sabar, sedikit masuk dan berbagi rejeki
dengan penduduk asli tidak ada salahnya. Karena dengan menjamurnya
pemancingan-pemancingan modern, pemancingan milik penduduk mulai tergusur eksistensinya.
Redup dan semakin meredup hingga akhirnya tutup. Karena pemancingan modern
banyak menyediakan fasilitas-fasilitas yang jauh menggiurkan. Ada kolam
renangnya, bersih, harga standart, parkir luas, rasanya juga level restoran,
dan tentunya pelayanan yang profesional.
Pertarungan antara 2 master.... |
Setelah
pilih-pilih tempat, kami akhirnya menentukan sebuah tempat. Cukup teduh,
walaupun kurang tertata dengan baik, kesannya dikelola seadanya. Tak ada
konsumen kecuali kami. Kami pun memesan ikan nila dan lele bakar. Bagi
teman-teman yang ingin mencoba kuliner di daerah sini, tak perlu khawatir,
harganya standart ko, perkilonya biasa dipatok 35ribuan, biasanya isinya 4 atau
3 ikan. Sembari menunggu pesanan, kami bermain-main dengan pancingan. Di
rombongan kali ini ada seorang master dunia ikan. Siapakah dia? Siapa lagi
kalau bukan mas Parwoko, musuh bebuyutan para ikan, ya, karena kerjaannya
sehari-hari mengarungi sungai-sungai, mengejutkan ikan dengan sebuah besi yang
dialiri dengan listrik dari aki mobil yang digendongnya. Bahasa kerennya tukang
setrum. Konon dia pernah dapat ikan besarnya 10 kilo lho, lebih besar kaki.
Hii, ngeri... Tapi ternyata sayang seribu sayang, kali ini dia bukanlah
juaranya, lagi-lagi pak Zen, aktor kita kali ini. Dia berhasil mengail banyak
sekali ikan. Entah itu yang pintar pak Zen-nya, atau yang bodoh ikannya ya?
He2. Entahlah.
Taraaa......
setelah menunggu agak lama hingga terkantuk-kantuk, akhirnya ikan bakarpun
dihidangkan. Kami pun mulai menyantap hidangan, diawali dengan bislmillah, dan
diakhiri dengan alhamdulillah. Rasanya enak lho. Tapi yang menjadikan suangat
enak adalah... karena kita sangat lapaaar. He2. Sebenarnya tak hanya itu, yang
menjadikan enak pada hakikatnya adalah bumbu kebersamaan, sebuah rasa yang
terjalin diantara bujang-bujang lapuk (kecuali pak zen), hasil dari sebuah
persaudaraan yang murni, tanpa embel-embel. Dana yang dikeluarkan tidaklah
seberapa, tapi nilai histori dari sebuah momen itulah yang menjadikannya luar
biasa dan patut untuk dikenang.
Setelah kenyang,
kami pun kembali bercanda ria. Aku yang tadinya tak berminat dengan dunia
pemancingan, akhirnya tergoda juga untuk mencoba. Menggunakan umpan dari
sisa-sia ikan bakar, ternyata sangatlah mujarab, tak berapa lama kail dilempar,
langsung disambar oleh ikan-ikan. Pengunjung lain yang juga memancing
terbengong-bengong melihat kami panen ikan, karena mereka dari tadi tak kunjung
dimakan umpannya. Maklum saja, mereka menggunakan palet atau pakan ikan yang
disediakan, jadinya memang kurang diminati oleh ikan. Tak berapa lama kami
siap-siap untuk pulang. Alhamdulillah, hari yang sangat menyenangkan.
Terima kasih buat
Sule, Par, dan pak Zen, yang telah meluangkan waktunya demi memenuhi egoku. Semoga
kita termasuk ke dalam golongan para pemuda yang saling mencintai karena Allah,
bertemu karenaNya, dan berpisah karenaNya, sehingga kelak dinaungi oleh Allah
dengan naunganNya, pada hari yang dimana tidak ada lagi naungan kecuali
naunganNya. Semoga...
* Tulisan ini
saya dedikasikan untuk semua kawan-kawan yang telah mewarnai kehidupanku ini,
kalian-kalian yang telah mengajariku akan makna kehidupan. Semoga Allah
seantiasa menaungi kalian dengan keberkahannya, dan mengumpulkan kita kembali
baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin....
Bumi si Pitung,
27.11.13
Abdurrahman al
Faatih – Supriyadi
Thanks to:
1 Allah ‘azza wa
jalla
2 My best friend:
Sulaiman, Parwoko, Pak Zen
terkadang gak mikir mpe sejauh itu..
BalasHapusmmm boleh juga nih tulisannya..
good job ^^ sukses mas bro..
*ninggalin pertanyaan deh ane,, mmm kalau buat cewek mungkin agak susah juga kayak beginian yaak? :D
di solo sepertinya ada kolam renang islami... jadi ada hari2 tertentu yang khusus buat wanita.. untuk lebih jelas hub ja anak2 solo....
Hapusiya... sering denger juga..
Hapusoke2 makasih infonya..
Wah wah wahhhh, aku ga diajak apa udah lama ya pikniknya. hehehe kapan2 mw dong kong kesana, nyari yg seger2 buat ngademin pikiran. hehehehe syukron kong, ditunggu kisah selanjutnya. hehehe :P
BalasHapusYa reh, besok kl pas liburan ke sana ja, masuknya cuma 3ribu, murah kan...
HapusWah ... Ceritanya asik n seru cuman ada beberapa masukan. tepatnya dipaksa masuk. hehehehehehe.. Semangat aja broo... Uktub maa sataktub
BalasHapusok, makasih.......
Hapusceritanya ngak seseru keyataanya.. emang btul ngak bisa d tulis degan kata2... hehe
BalasHapustpi cukup megenang banget.. salam gajul.! haha