Bagiku, kesuksesan dalam sebuah pendakian bukanlah ketika kita mampu menginjakkan telapak kaki di puncak, akan tetapi kesuksesan yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran dari sebuah perjalanan, lantas mengaplikasikannya dalam realita kehidupan.
Pagi ini kuhirup udara segar, sambil menantikan sebuah kabar
dari seorang kawan dari semarang yang akan bersinggah sebentar ke kotaku untuk
melakukan packing. Yups, hari ini, tepat di hari kemerdekaan (walaupun kata
sebagian orang kita sebenarnya belum merdeka...) kami akan melakukan sebuah
ekspedisi ke puncak Lawu. Bagiku ekspedisi ini adalah ekspedisi ketiga kalinya,
walaupun 2 kali percobaan yang pertama berakhir dengan tragedi. Mungkin lain
kali akan kuceritakan kisah tragis tersebut.
Ok, tim kali ini berjumlah 8 orang. Aku, Wareh, Hisyam,
Sulaiman, dan 4 kawan baru, Koko, A’an, Anton, dan Ro’i. Bagi Wareh dan Hisyam,
ini adalah pendakian pertama mereka. Jam 09.00 pagi kami sudah berkumpul di
Solo, namun karena ada beberapa kawan yang ingin berbelanja terlebih dahulu,
kami putuskan untuk bertemu di masjid An Nur, depan basecamp Cemoro Sewu.
Sekilas tentang Gunung Lawu
Terletak diantara Jawa tengah dan Jawa Timur, gunung dengan
ketinggian 3.265 dpl ini memiliki 2 alur yang populer, yakni jalur Cemoro
Kandang (Karanganyar, Jateng), dan jalur Cemoro Sewu (Magetan, Jatim). Jalur
Cemoro Sewu adalah jalur yang cukup mudah dengan tipe jalan makadam (bebatuan
yang sudah ditata) diselingi beberapa anak tangga. Jalur ini memang jalur
wisata, cocok bagi para pemula. Adapun Cemoro Kandang, jalur berupa tanah liat
dan jalan air yang licin yang penuh dengan bebatuan.
Di kalangan orang Jawa, gunung Lawu sering diidentikkan
dengan gunungnya para dukun. Gunung yang masih terkesan angker dan mistis.
Bahkan ketika saya mengajak beberapa teman, ada yang langsung menolak
ketakutan. Walaupun memang benar, gunung dan lautan adalah tempat tinggal jin,
bukan berarti kita harus takut kepada mereka kan? Toh pada dasarnya kita lebih
mulia dari mereka, namun kita tetap tidak boleh sombong dan sudah selayaknya
senantiasa menjaga adab dan perilaku di manapun kita berada (tidak hanya di gunug).
Perjalanan ke Lawu adalah perjalanan yang mengasyikkan.
Melewati jalan yang berkelok-kelok memotong lembah, kanan dan kiri banyak
ditemui warung-warung lesehan berjualan sate kelinci. Hijaunya pepohonan
menyegarkan pandangan, dan sejuknya udara menghilangkan kepenatan. Jam 13.00,
kami sudah berkumpul di masjid An Nur Magetan. Setelah briefing sebentar, kami
sepakat akan melakukan ekspedisi lintas provinsi, naik melalui jalur Cemoro
Sewu (Jatim), turun melalui Cemoro Kandang (Jateng). He2, padahal jarak antar
keduanya kurang lebih hanya 300 meter.
Pendakian dimulai
Gerbang Cemoro Sewu: Hisyam, aku, Wareh, Sulaiman, mas A'an, mas Koko, mas Ro'i |
Pukul 15.15, kami memulai pendakian. Setelah mendaftarkan
diri dengan biaya Rp 7.500,- perorang, kami memasuki gerbang Cemoro Sewu. Masih
terlihat tenda-tenda di sebelah kanan dan kiri. Pendaki yang turun pun sangat
banyak, bahkan terlihat seperti antrian. Kebanyakan dari mereka adalah peserta
kibar seribu bendera, sebuah acara yang diadakan oleh Cozmeed.
Jalan menuju pos 1 ini masih terhitung landai dengan dan
beberapa tanjakan yang belum menguras tenaga. Pepohonan yang mendominasi adalah
Cemara, sehingga disebut Cemara Sewu. Ada 2 buah pos bayangan yang dilengkapi
dengan shelter peristirahatan. Walaupun bangunannya masih berupa kayu dengan
atap seng, namun saya rasa sudah sangat nyaman untuk beristirahat. Juga
terdapat mata air Wesanan yang dikeramatkan oleh penduduk. Tentunya bisa
menjadi pasokan air bagi para pendaki yang buka tenda di sekitar sini. Setelah
perjalanan selama 50 menit, kami akhirnya tiba di Pos1 yang teletak di sebelah
kanan jalur berupa bangunan dengan atap seng, dan ada beberapa warung-warung makan di seberangnya.
Pos 1, tersedia shelter peristirahatan. |
Pos Bayangan 1 dan sendang Wesenan di belakangnya. |
Perjalanan kembali diteruskan setelah rehat selama 5 menit. Pos 2 adalah tujuan kami. Masih melewati jalanan yang berupa makadam, dengan bebatuan besar menghiasi samping kanan kiri. Ada sebuah batu besar ber bentuk ayam jago, yang katanya sih dikeramatkan oleh para penduduk. Antara Pos 1 dan Pos 2 adalah jarak terjauh yang harus ditempuh antar pos. Disini banyak sekali lahan untuk camp karena banyaknya batuan besar dan pohon-pohon besar yang berfungsi melindungi tenda dari terpaan angin. Tak terasa 1 jam lebih 25 menit telah berlalu, tepatnya pukul 17.35 kami pun tiba di pos 2, terdapat shelter peristirahatan dengan atap seng.
Wareh, mas Koko, dan aku, ditengah bunga gunung. |
Istirahat sejenak antara pos 1 menuju pos 2. |
Matahari mulai meredup, langitun telah kemerah-merahan, kami segera bergegas melanjutkan perjalanan. Ya, kami telah sepakat untuk tidak lama-lama dalam beristirahat. Maksimal 5 menitlah. Medan menuju pos 3 ini sudah mulai berupa undak-undakan. Kami mulai saling bergantian tas. Alhamdulillah tasku yang besar dan berisikan tenda dibawa oleh mas A’an, dan tas Wareh juga yang tak kalah besar dan berat pula, dibawa oleh mas A’an. Aku memang agak kepayahan karena beberapa hari yang lalu baru saja sakit, namun aku sangat bersyukur karena dikaruniai teman-teman yang pengertian dan rela berkorban. Belajar saling memahami dan berbagi beban.
Khalifah Umar pernah memberikan sebuah nasihat yang intinya:
“Jika engkau ingin mengetahui tabiat atau sifat asli seseorang,
maka ajaklah ia bersafar (bepergian).
Maka niscaya akan tampak segala yang ditutupinya.”
Senja mulai menyelimuti. |
Pos 2, kondisi sudah bagus, atap tidak bolong. |
Medan perjalanan masih ada beberapa bonus, walaupun tidak panjang. Pukul 18.35 kami akhirnya tiba di pos 3, yang shelternya sudah diisi oleh para pendaki yang beristirahat. Atapnya yang terbuat dari seng sudah mulai bolong-bolong atau tidak lengkap. Kami tidak berlama-lama di sini. Setelah ambil nafas, langsung tancap gas menuju pos 4.
Mas Sule bagi-bagi gula jawa, menuju pos 4. |
Pos 4, tanpa shelter, hanya sedikit tempat untuk camp. |
Ro'i dan Hisyam ambil nafas di pos 4. |
Pos 5 adalah tujuan terakhir perjalanan hari ini.Kami berencana buka tenda di sini.Track masih seperti perjalanan sebelumnya, namun jaraknya tidak terlalu jauh. Bahkan di akhir-akhir terbilang landai. Jam tanganku menunjukkan pukul 19.55, dan ketika itu, kami melihat hamparan tanah lapang, dan sebuah papan bertuliskan pos 5. Alhamdulillah... Kawan-kawan mulai menyelonjorkan kaki dan menikmati susana malam di pegunungan yang terkena paling dingin di dataran Jawa Tengah. Berdiri sebuah tenda ukuran sedang di depan kami. Aku pun mulai berkeliling untuk mencari tempat camp yang bagus. Oh ya, di pos 5 ini ada percabangan, jika kita memilih arah kiri maka akan menuju sendang jalatundo dan ada guanya, namun jika memilih ke arah kanan maka kita akan menuju puncak, dan jalannya panjang dan landai, bahkan awalnya turun.
Pos 5, berupa tanah lapang yang cukup luas. |
Setelah membuka kompas dan menentukan arah barat, kami mulai
menyiapkan tempat untuk mendirikan sholat, karena memang belum melaksanakan
sholat maghrib dan isya’. Tapi sebelumnya kami mendirikan tenda terlebih
dahulu, sebuah tenda berukuran 5 orang dan 2 orang. Setelah sholat ditunaikan,
kami membagi tugas, ada yang memasak, ada pula yang mencari kayu bakar. Pada
ekspedisi kali ini, kami memiliki waktu cukup panjang untuk istirahat. Menu
makan malam yang kami santap adalah mie telur dengan taburan sosis, sayangnya
nasi yang diliwet oleh Sulaiman gagal total, padahal sudah menghabiskan air cukup
banyak dan parafin lebih dari 3 balok. Setelah makan malam, kami bersiap-siap
untuk istirahat.
Mas koko and the gank, mencari kehangatan di tengah kegelapan. |
Hpku bergetar dan mengeluarkan sebuah suara. Hm, alarm telah
berbunyi, kala itu pukul 04.30. Saatnya untuk sholat shubuh. Aku membangunkan
Sulaiman, Wareh dan Hisyam yang tidur satu tenda denganku. Setelah bangun, kami
mulai merapikan isi tenda dan mendirikan sholat Shubuh. Kali ini kami sholat di
dalam tenda dibagi 2 grup.
Tak selang berapa lama, ufuk pagi mulai terlihat. Temaram merah mulai merayap mewarnai bebukitan. Aku mempersilahkan kawan-kawan yang ingin mengejar sunrise di puncak, sedangkan aku lebih memilih jaga tenda dan menyiapkan masakan, sedangkan ke puncak agak siangan saja, sekalian turun. Akhirnya semua naik kecuali aku dan Hisyam.
Matahari mulai mengintip. |
Tiga serangkai. :D |
Tak selang berapa lama, ufuk pagi mulai terlihat. Temaram merah mulai merayap mewarnai bebukitan. Aku mempersilahkan kawan-kawan yang ingin mengejar sunrise di puncak, sedangkan aku lebih memilih jaga tenda dan menyiapkan masakan, sedangkan ke puncak agak siangan saja, sekalian turun. Akhirnya semua naik kecuali aku dan Hisyam.
Serasa jadi master chef. he2.. |
Biarpun tampilan biasa, rasa luar biasa lho... |
Hisyam mulai memotong sayur, dan aku mulai menanak nasi. Yups, menu kali ini, aku ingin memasak sop, sarden, dan nugget. Tanpa “MIE”. Setelah pukul 09.00, semua sudah kembali berkumpul di camp. Ternyata ada beberapa yang sudah makan di warung mbok Yem, warung tertinggi di Indonesia, di puncak Hargo Dalem. Waah, padahal aku masak lumayan banyak, tapi tak mengapalah, toh hanya sisa sedikit. Ada Sulaiman yang siap jadi tim penyapu, penyapu logistik maksudnya. He2.
Carierku menemani mas koko bongkar tenda. |
Perjalanan dari pos 5 menuju puncak sangatlah indah pemandangannya. Bermula dengan jalanan turun, kemudian landai agak naik, kami bisa melihat kota magetan dengan telaga Sarangannya yang terkenal. Tak selang berapa lama, kami melewati Sendang Drajat dan sebuah Petilasan yang cukup ramai karena banyak pendaki mendirikan tenda di sini. Memang sebuah tempat yang ideal untuk camp karena dekat dengan sumber air. Perjalanan masih berlanjut, untuk menuju puncak, kita harus belok kiri sebelum menuju warung mbok Yem. Medan kali ini, menanjak cukup tajam, dan karena musim kemarau, maka debu senantiasa beterbangan, disarankan memakai slayer atau masker. Mendekati puncak, maka banyak bebatuan berserakan yang labil jika kita injak.Harus berhati-hati jika tdak ingin kaki anda tergelincir lantas terkilir. Cukup banyak pula lahan yang bisa dijadikan camp.
Petilasan dan Sendang Drajat. |
Tanjakan menuju puncak, belok kiri sebelum mbok Yem. |
Setelah 45 menit berjalan, kami tiba di puncak tertinggi gunung Lawu. Alhamdulillah, Allahu Akbar... Betapa indahnya ciptaan Allah, dan betapa besar keagungannya. Apakah kita pantas menyombongkan diri? Ketika sadar bahwa betapa kecilnya kita ini di tengah alam semesta.
Ingatlah kawan, ketika engkau di puncak kesuksesan
atau keberhasilan, sesungguhnya segala karya yang telah engkau hasilkan itu
tidak ada apa-apanya dibanding hasil mega karya sang Pencipta.
Alhamdulillah, masih diberi kesempatan untuk menginjak puncak Hargo Dumilah (3265 mdpl). |
Masih tersisa bekas-bekas acara tujuh belasan. |
Kami bertiga tidak berlama-lama di puncak. Sekitar lima belas menitan. Masih terlihat sisa-sisa tujuh belasan acara kemarin. Banyak sekali bendera-bendera kecil dipasang. Kami bertanya-tanya kepada pendaki lain jalur mana yang menuju Cemoro Kandang. Setelah mendapat pengarahan, kami pun mulai menelusuri jalur Cemoro Kandang.
Wareh menunggu awan kinton... |
Kawah mati, digunakan untuk upacara tujuh belasan. |
Perjalanan Turun via Cemoro Kandang
Aku tak ingin bercerita panjang lebar tentang jalur Cemoro
Kandang. Hanya sekilas saja. Setelah turun dari Puncak, akan kita temui
pertigaan. Ke kanan menuju Hargo Dalem (warung Mbok Yem) ke kiri Jalur Cemoro
Kandang. Kita ambil ke kiri, maka jalanan landai setapak berbatu akan kita lalui.
Model jalur Cemoro Kandang, berbatu dan berdebu. |
Pertigaan ke arah Hargo Dalem atau Hargo Dumilah. |
Melewati jalur Cemoro Kandang harus menyiapkan tenaga ekstra. Karena bentuknya yang zig-zag, maka kita harus sabar. Ada jalur terobosan, tapi itu sangat curam dan licin karena jalur air. Kami turun melewatinya, dan harus jatuh bangun. Bagi anda yang membawa tas carier besar, maka harus siap menunduk-nunduk, karena terkadang ada ranting atau batang pohon yang merintangi. Ketika kami sedang istirahat sebentar, ada sekelompok pendaki yang lari dan menyalip kami melalui jalur zig-zag (resmi), tapi setelah kami turun sebentar, ternyata mereka kembali di belakang kami. Cukup menghemat waktu juga ternyata jalur terobosan ini. Tapi hati-hati, karena jalur terobosan terakhir adalah sebelum pos bayangan 2 (jika dari atas / turun). Kami sempat tersesat, dan harus kembali lagi, cukup melelahkan. Jalur Cemoro Kandang ini menyajikan pemandangan yang lebih berfariasi, ada hutan pinus, padang edelweis, sabana, jurang-jurang, dll. Terdiri dari 5 pos, dan 1 pos bayangan antara pos 2 dan 3, yang merupakan jarak terjauh.
Pos 4 Cokro Srengenge |
pos 3 Penggik |
pos 2 Taman Sari Atas |
pos 1 Taman Sari Bawah |
Setelah 4,5 jam, kami akhirnya tiba di gerbang Cemoro Kandang. Alhamdulillah...
Setelah istirahat, makan, dan sholat, kami bersiap untuk perjalanan pulang.
Semoga banyak faidah yang bisa kita ambil dari perjalanan ini. Selamat
bertualang kawan....
Estimasi Waktu:
Solo – Magetan = 2 jam (motor)
Pendakian
Basecamp – Pos 1 = 50 menit
Pos1 – Pos2 = 1 jam 30 menit
Pos 2 – Pos 3 = 50 menit
Pos 3 – Pos 4 = 1 jam 10 menit
Pos 4 – Pos 5 = 20 menit
Pos 5 – Puncak Hargo Dumilah = 45 menit
Total = 5 jam 25 menit*Istirahat 5 menit untuk tiap posnya.
Turun Gunung (Jalur Cemoro Kandang)
Puncak – Gerbang = 4 jam 30 menit
Catatan:
Solo – Magetan = 2 jam (motor)
Pendakian
Basecamp – Pos 1 = 50 menit
Pos1 – Pos2 = 1 jam 30 menit
Pos 2 – Pos 3 = 50 menit
Pos 3 – Pos 4 = 1 jam 10 menit
Pos 4 – Pos 5 = 20 menit
Pos 5 – Puncak Hargo Dumilah = 45 menit
Total = 5 jam 25 menit*Istirahat 5 menit untuk tiap posnya.
Turun Gunung (Jalur Cemoro Kandang)
Puncak – Gerbang = 4 jam 30 menit
Catatan:
- Lawu adalah gunung yang terkenal akan udaranya yang dingin, bagi yang tidak kuat dingin persiapkan perlengkapan penghangat.
- Biaya administrasi: Rp 7.500,-
- Camp terdekat dengan puncak yang dekat dengan sumber air adalah setelah pos 5, sekitar sendang drajat.
- Jika tidak membawa tenda, bisa menginap di warung mbok Yem.
- Jalur Cemoro Sewu sangat cocok bagi pemula. Adapun Cemoro Kandang, jalur lebih panjang.
- Cemoro Sewu minim percabangan, sedangkan Cemoro Kandang cukup banyak percabangannya.
Thanks to:
- Allah ta’ala dengan segala limpahan nikmatnya.
- Tim Pendakian: Wareh yang jauh-jauh dari Semarang, Hisyam, Sulaiman, dan 4 kawan baru: Mas Koko, Mas A’an, Mas Anton, Mas Ro’i
- Pak Kholiq atas pinjeman tendanya.
Tetap semangat mas!!!
BalasHapusok....
HapusSubhanallah keren bgt mz..
Hapus(y) (y)
lengkap bgt tlisan'y dr awal - akhr pjalanan..
Bnyk plajaran yg bs dptik,
te2p semangat :D
ok.....
Hapusbagus dik tulisannya:-)
BalasHapuskomplit, berisi info, masukan, renungan, dan foto jalur pendakian..
jadi semakin pengen segera ke lawu lagi, soale kmrn mriko pas sakit, jadi gelo.. hehe^-^
semangat terus ngeblognya \(*o*)/
iya mbak.... alhamdulillah jika bermanfaat... Semoga kita semua senantiasa diberi kesehatan dan keberkahan... :)
Hapusthoyib........
BalasHapusini keren banget... tp sedikit saran, apa sih yg menjadi ciri khas team antm tonjolkan, biar ada sekat bahwa team antm spektakuler.... mungkin jargonnya, atributnya, tentang mysteri yg ada dalam perjalanan tsb... :D
BalasHapusha2... ok mas.... sayangnya ni pendakian lepas, gak terikat oleh lembaga atau yayasan, atau grup tertentu... dari semua kalangan..... he....
HapusHoreeee, asikkkk, alhamdulillah aku masuk berita. hehehe lumayanlah walaupun cum masuk di blog. hehehe syukron, jazakallah mas bro, my sohib, my ustadz, my kakoong, sebuah perjalanan pertama yg menjadi kenangan yg tidak akan terlupakan....
BalasHapusSemoga masih bisa diberi kesempatan dilain waktu untuk bisa mendaki bersama-sama lagi... aamiin
ok reh,,, yang penting jangan kapok ya... ;)
Hapuswahh...,target berapa gunung yg mau di daki akh???,
BalasHapussemNGat akh ;)
gak ada target2an mas... yang penting tubuhnya kuat... esensinya kan buat latihan fisik biar sehaat... :)
Hapusndaki gunung terus mas bro..,
BalasHapusra kesel po..
alhamdulillah malah semakin sehat mas bro...............
Hapus